WAKAF PRODUKTIF adalah sedekah jariyah yang digunakan untuk dapat dikelola secara produktif, sehingga dapat bermanfaat secara massif dan berlangsung terus-menerus.
Jenis sedekah jariyah produktif bisa diberikan dalam bidang pendidikan, jasa, perdagangan, pertanian dan bidang lainnya yang mungkin membutuhkan bantuan.
Hasil dari pengelolaan sedekah jariyah produktif nantinya akan disalurkan kepada masyarakat sesuai dengan tujuan melakukan wakaf. Jenis wakaf ini bisa berupa banyak hal mulai dalam bidang pangan, saham, perdagangan bahkan ternak.
Pengertian serupa mengenai sedekah jariyah produktif juga dinyatakan dalam sebuah buku karya Jaih Mubarok.
Dalam buku tersebut dijelaskan, wakaf produktif merupakan transformasi dari adanya pengelolaan wakaf yang bersifat alami menjadi pengelolaan profesional untuk menambah nilai manfaat.
Berdasarkan dari perhitungan data http://siwak.kemenag.go.id/ ada sekitar 8,79% penggunaan tanah wakaf selain digunakan untuk mushola, masjid, makam dan lain-lain.
Persentase tersebut menunjukkan bahwa sedekah jariyah produktif sudah dijalankan dan bisa bermanfaat bagi masyarakat luas.
DASAR WAKAF PRODUKTIF
Baca JugaMahasiswi asal Afrika Selatan akan Kuliah di IIB Darmajaya
Dilansir dari laman bwi.go.id, dasar syari’ah wakaf memang tidak disebutkan langsung secara tegas dalam al-Qur’an, tetapi makna ayat berikut dapat dijadikan sandaran hukum wakaf. Yaitu seperti firman Allah sebagai berikut :
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (Q.S. Ali Imran (3): 92).
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Q.S. al-Baqarah (2): 267).
Serta Hadist berkenaan wakaf ini:
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang shalih” (HR. Muslim)
Namun, dilansir dari laman Yatimmandiri.org, dasar penetapan sedekah jariyah produktif di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 yang bernama ijtihad. Ijtihad merupakan suatu bentuk usaha mencurahkan kemampuan untuk mendapatkan hukum syara’ yang sifatnya operasional dengan adanya upaya istinbath atau hukum.
Pembahasan dalam Undang-Undang difokuskan pada bagian bab V yang berkaitan dengan pengelolaan dan juga pengembangan harta wakaf. Bab V merupakan pengembangan dari undang-undang wakaf sebelumnya yang mengatur tentang pengelolaan dari harta wakaf.
Kemudian pada Undang-Undang Nomor 41 Pasal 43 ayat 2 dapat dijelaskan bahwa pengelolaan dan pengembangan harta wakaf bisa dilakukan secara produktif. Hak dan kewajiban dari Nazir wakaf harus sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukkan prinsip syariah dan dikelola secara produktif.
Tujuan wakaf berdasarkan prinsip syariah yaitu agar dapat terlaksana sesuai dengan asas keadilan, transparansi dan akuntabilitas. Setidaknya ada 5 prinsip syariah yang membahas tentang harta wakaf yaitu sebagai berikut:
1. Harta benda yang nantinya akan diwakafkan bisa bertahan lama dan hasilnya bisa dikembangkan secara terus menerus. Harta benda yang dimaksud seperti bangunan, pertanian, uang, sarana pendidikan, alat transportasi, gedung dan lain-lain.
2. Penerima manfaat wakaf diusahakan berasal dari kelompok masyarakat yang diinginkan oleh wakif dan nadzir untuk bisa mengembangkan manfaatnya.
3. Manfaat wakaf akan diberikan langsung kepada fakir miskin sesuai dengan kepentingan umum.
4. Pernyataan wakaf perlu memiliki asas legalitas dan perlu dituliskan dalam dokumen khusus di depan pejabat yang terkait.
5. Pengelola wakaf (nazir) ditetapkan untuk menunjukkan bahwa wakaf bukanlah milik pribadi, tetapi tergolong kekayaan publik.
Selanjutnya, mengenai dasar hukum keempat yang dapat diambil dari ijtihad, hukum wakaf dapat difahami sebagai pengembangan pemikiran dari adanya ketetapan, bahwa wakaf walaupun secara langsung tidak disebutkan dalam nash secara qath’ i yakni dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah, namun tidak terdapat perbedaan pendapat para ulama untuk mengamalkan wakaf.
Wakaf produktif adalah harta benda atau pokok tetap yang diwakafkan untuk dipergunakan dalam kegiatan produksi dan hasilnya di salurkan sesuai dengan tujuan wakaf. Seperti wakaf tanah untuk digunakan bercocok tanam, Mata air untuk dijual airnya dan lain – lain. Atau wakaf produksi juga dapat didefenisikan yaitu harta yang digunakan untuk kepentingan produksi baik dibidang pertanian, Perindustrian, perdagangan dan jasa yang menfaatnya bukan pada benda wakaf secara langsung, tetapi dari keuntungan bersih dari hasil pengembangan wakaf yang diberikan kepada orang – orang yang berhak sesuai dangan tujuan wakaf.
Menurut Ketua Badan Wakaf Indonesia Muhammad Nuh, konsep wakaf produktif itu bukan sekadar penghimpunan harta atau benda hasil wakaf tetapi juga bermanfaat dan lebih besar karena penggunaannya akan ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan sehingga perekonomian dapat lebih stabil dan berkelanjutan.
“Pengembangan wakaf produktif secara masif diharapkan dapat mempercepat pembangunan ekonomi dan memperkuat stabilitas sistem keuangan nasional. Dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Ketua BWI, Mohammad Nuh, dilansir dari data bwi.go.id. beberapa waktu lalu.(sumber : YM dan BWI.go.id)